Minggu, 10 Mei 2015

Crazy Horse - Bab 1

Beberapa orang tamu masih ada di ruang resepsi. Sebagian dari mereka sudah berpamitan. Sebagian lagi masih mengobrol sambil menikmati alunan live musik jazz. Senyum bahagia terpampang jelas di wajahku. Demikian juga di wajah suamiku. Ini adalah pesta kami. Perjuangan kami untuk mempertahankan cinta, akhirnya berujung di pelaminan. Meskipun pada awalnya tanpa restu orang tua kami.
Baik orang tuaku maupun orang tua Kansas tidak setuju kami menikah buru-buru, tapi aku dan Kansas benar-benar sudah yakin. Setelah diskusi alot dengan orang tua kami masing-masing yang waktu itu berakhir dengan kebuntuan, akhirnya kami sama-sama mengeluarkan jurus pamungkas. Kawin lari. Dan, seperti yang sudah kami bayangkan, orang tua kami panik luar biasa mendengar ancaman kami. Akhirnya, dengan berat hati, mereka menyetujui pernikahan ini.
Satu-satunya alasan mereka tidak menyetujui pernikahan ini adalah karena usiaku masih sangat muda, 18 tahun. Dan Kansas 23 tahun. Tapi, dengan strategi ini akhirnya kami berhasil mencapai tujuan kami. Kami telah merancang masa depan kami. Tahun ini kami akan pindah ke kota. Aku akan mendaftarkan diri di perguruan tinggi yang sama di mana Kansas akan lulus tahun ini. Kansas akan meneruskan magang di perusahaan ayahnya dan sekaligus merintis bisnisnya sendiri.
Kansas kuliah di bidang Arsitektur, cita-citanya ingin menjadi Developer. Satu cita-cita kecilnya, dia ingin merancang rumahnya, rumah kami, sendiri. Aku sendiri akan mengambil jurusan Desain Grafis. Hobi sekaligus mimpiku. Dan nantinya aku akan bisa bergabung dengan Kansas di perusahaannya. Semua terasa sempurna.
"Selamat sayang", tante Miler memelukku dan mencium pipiku.
"Terima kasih, tante..", jawabku.
Sejujurnya aku sudah tidak sabar ingin berduaan dengan suamiku. Suamiku terlihat tampan dalam balutan jas warna hitam dengan kemeja abu-abu dan dasi warna senada. Tubuhnya 192 cm, dengan rambut berwarna kecokelatan dan mata biru muda. Ia mewarisi rambut ayahnya yang orang Belanda, dan mata ibunya yang asli Rusia. Aku sangat beruntung. Aku hanyalah gadis yang biasa-biasa saja. Wajah biasa, tubuh biasa, dan tidak ada yang benar-benar menarik dari diriku. Ayah dan ibuku orang jawa asli. Rambutku hitam berombak, dan mataku kecokelatan. Posturku adalah postur orang jawa kebanyakan. Aku beruntung karena Kansas sangat memujaku. Entah kebaikan apa yang kulakukan di masa lalu sehingga aku mendapatkan hadiah ini. Suamiku, Kansas agaknya juga sudah tidak sabar ingin ke kamar. Berkali-kali aku menangkap tatapan matanya yang intens kepadaku. Aku membayangkan apa yang akan kami lakukan setelah ini. Aku terkikik.
"Jadi, apa yang dipikirkan oleh isteriku?", bisik Kansas.
"Aku tak sabar ingin..em... berdua saja denganmu", kataku. Malu. Hey! Kenapa aku malu, dia suamiku sekarang.
"Sama, sayang.. Aku juga", bisiknya "Err..bisakah kau memasang wajah pucat, sekarang.. Aku punya ide..", katanya kemudian, masih berbisik.
Tak sulit bagiku meskipun kebingungan untuk menampakkan wajah pucat.
"Seperti ini?", tanyaku berbisik sambil memasang wajah memelas.
"Ya..sempurna", bisik Kansas. Kemudian dia berjalan ke arah orang tua kami yang sedang mengobrol dengan kerabat kami. Aku melihat dia berkata pada ayahnya, sambil menunjuk ke arahku. Mereka semua melihat ke arahku, dengan tatapan cemas. Akhirnya, Kansas bebalik lagi menuju ke arahku. Senyumnya lebar dan terlihat sangat tampan.
"Beres, sayang..aku menyelamatkanmu!", tangannya menarik pinggangku merapat di tubuhnya, perlahan menuntunku ke lantai atas.
"Apa yang kau lakukan?", tanyaku bingung.
"Aku bilang pada mereka bahwa kau merasa pusing dan butuh istirahat", senyumnya melengkung dengan licik. Haha, dasar suamiku yang luar biasa. Kami terkikik bersama.
***
Kami melewati beberapa pintu kamar hotel. Kamar kami ada di paliing ujung. Suite room yang khusus dipesan untuk kami. Hadiah pernikahan dari Om Rafi, adik kandung Ibu mertuaku Mrs Elena. Kamar ini indah, sangat menakjubkan. Ranjang besar ada di tengah ruangan, tiangnya dibungkus dengan rangkaian bunga mawar putih. Ada lilin yang menerangi di setiap sudut kamar. Menghasilkan suasana temaram yang romantis.
"Kau suka kamarnya?", tanyanya. Ia berdiri di belakangku, memelukku dari belakang.
"Ya..ini luar biasa", jawabku berbisik.
Tanpa banyak bicara, kami tenggelam dalam ciuman yang basah dan keras. Meskipun kami sudah lama berpacaran, tapi belum pernah sekalipun kami berhubungan sex. Aku tau, Kansas sudah pernah melakukannya dengan pacarnya yang dulu. Tapi denganku, kami hanya sebatas bercumbu. Kami larut dalam gairah, gairah yang sudah lama terpendam. Dalam sekejap, Kansas membuka gaunku, mendorongku ke ranjang besar dengan sprei satin yang dingin. Tergesa-gesa, Kansas membuka setelan jasnya, kemejanya, dan hanya menyisakan celana boxernya. Dia melemparkan dirinya ke atas tubuhku. Hingga aku memekik kaget. kami tertawa karena kekonyolan kami sendiri. Sangat tergesa-gesa tak sabar untuk merasakan satu sama lain.
"Kita akan punya waktu selamanya, jadi.. tak apa bukan kalau kita melakukannya sedikit tergesa-gesa? Aku sangat menginginkanmu, Gendhis..", bisik Kansas. Nafasnya memburu. Membuatku semakin larut dalam gairah. Ereksinya yang keras di balik boxernya mengganjal di pangkal pahaku. Aku mengerang menahan kenikmatan saat ia mencium bibirku, melumatnya dan turun menciumi rahangku hingga ke leher da payudaraku yang masih terbungus bra tanpa tali. Aku melengkungkan punggunku, memudahkan aksesnya terhadap payudaraku. Tiba-tiba ia berhenti, duduk tegak dan menyentakkan celana dalam berendaku ke bawah. Meraba ke bagian punggunku, ia melepaskan kaitan braku sehingga payudaraku terbebas. Kembali ia merapatkan tubuhnya di atasku setelah ia melepaskan celana boxernya. Melumat bibirku dan meremas payudaraku. Kedua lututnya ada diantara pahaku, memisahkannya hingga intiku terekspos.
"Sayang, aku akan memasukimu..", katanya. Menempatkan kepala kejantanannya ke vaginaku yang sudah basah. Aku mengangguk, berdebar-debar. Katanya akan terasa sakit saat pertama kali.
"Jangan takut, sayang...rileks..", lanjutnya. Kepala kejantanannya menerobos memasukiku. Kansas dan aku sama-sama menahan nafas. Kemudian mendorong lagi dalam satu kali hentakan yang keras. Aku memekik, perih dan terasa panas. Tak terasa air mataku menetes.
"Ini akan berubah jadi nikmat, rileks..", katanya lagi. Matanya terus memandang mataku. Ia menahan kejantanannya di dalamku, sehingga aku bisa menyesuaikan diri. Lalu perlahan ia mulai mencabutnya, tidak sampai tercabut seluruhnya, kemudian memasukkannya lagi. Perlahan.
"Ah, ini sangat ketat sayang.. kau begitu nikmat..", bisiknya terengah.
 Terus terang aku menjadi tersanjung dengan kata-katanya. gairahku jadi semakin memuncak. Seiring gerakannya yang konstan.
"Kansas, lebih cepat lagi sayang..", bisikku.
Merasakan ada sesuatu yang mulai tumbuh di dalam tubuhku. Perasaan menggelitik yang terkumpul diperutku, bukan..di bawah perutku. Dan mendapat aba-aba dariku, Kansas langsung menambah temponya. Dalam beberapa kali hentakan, aku sudah terbang ke bintang. Merasakan sekujur tubuhku kaku dalam perasaan yang luar biasa nikmat. Dan Kansas mengerang penuh kepuasan saat hunjamannya yang terakhir, menahannya di dalam. Aku merasakan aliran panas di dalam intiku. Ia ambruk di atas tubuhku, berat badannya membuatku sesak nafas hingga aku harus menepu-nepuk punggungnya untuk bergeser dari tubuhku. kemudian kami terkikik bersama. Menyadari apa yang barusan terjadi.
"Gendhis, ini luar biasa.. aku belum pernah merasakan yang seperti ini sebelumnya", katanya. Perlahan ia mencabut miliknya. Melihat sprei di bawah kewanitaanku. Ia menyeringai. Kemudian mengecup dahiku, alisku, mataku, pelipis, hidung, pipi, bibir, dagu, dan rahang, dalam kecupan-kecupan ringan.
"Kamu berdarah, sayang..", bisiknya di telingaku. Ia tersenyum puas. Tentu saja, kataku dalam hati. Aku meringkuk di pelukannya. Kami tertidur pulas.
Sepanjang malam ini, ketika terbangun, kami bercinta dan bercinta. Sampai terasa perih dan Kansas meninggalkan cupang-cupang merah di payudaraku juga di leherku. Kami juga bercinta di kamar mandi. Kemudian sebelum dan sesudah sarapan. Aku benar-benar bahagia.
***
Dua bulan setelah pernikahan kami, yang artinya dua bulan sudah kami menempati rumah yang dipinjamkan orang tua Kansas kepada kami. Sebenarnya rumah ini diberikan kepada kami sebagai hadiah penikahan, tapi kami menolaknya dengan alasan bahwa Kansas akan merancang rumah kami sendiri. Jadi, kami akan menempati rumah itu, sementara rumah impian kami dibangun. Rumah minimalis dengan kebun yang tidak begitu luas. Hanya ada 2 kamar tidur di sana. Satu kamar tidur utama dan kamar untuk tamu. Garasinya luas, muat untuk 2 mobil. Tapi hanya satu mobil yang ada di sana. Sebuah mobil Rang Rover milik Kansas. Aku tak punya mobil, karena aku tak bisa menyetir mobil. Tidak juga motor, karena aku tidak bisa mengendarai motor juga. Sepanjang hidupku, aku selalu diantar ayahku atau kakakku, jadi aku tidak pernah merasa perlu untuk berlatih mengendarai mobil atau motor. Dua hari lagi perkuliahan di mulai. Dua minggu yang lalu Kansas di wisuda. Dia langsung menempati posisi manager di perusahaan ayahnya yang bergerak di bidang eksport import.
Sementara itu, gairah kami tak juga surut. Kami masih terus mendayung kenikmatan di sebagian besar waktu kebersamaan kami. Saat perkuliahan tiba, aku diantar oleh Kansas ke kampus. Kemudian dia akan berangkat ke kantornya. Pulangpun dijemput, atau kadang jika dia ada meeting sampai malam, aku akan anik taksi. Kehidupan kami mengalir dengan ringan dan normal.
Sampai suatu ketika, Kansas pulang dari kerja sudah larut malam. Aku merasa kecapaian sepulang dari kampus sehingga aku tertidur di sofa. Aku tak mendengar deru mobil, tapi kemudian pintu dibuka dengan keras, dihempaskan hingga membentur dinding dalam. Aku terkejut.
"Apa-apaan sih kamu??", bentaknya, "Aku memanggilmu untuk membukakan pintu dan kamu tak mendengar sama sekali, hah?", bentaknya lagi.
"Astaga, Kansas", aku terbata-bata, "maafkan aku, aku tidak mendengarmu, aku kelelahan sepulang dari kampus tadi, jadi aku ketiduran", lanjutku.
Terkejut. Sakit hati.
Selama ini Kansas belum pernah marah atau sekadar berteriak kepadaku.
"Alaaahhh! kau pikir aku juga tidak capek?", dia masih membentak.
Tanpa banyak kata, aku masuk ke kamar dan membanting pintu. Aku menangis terisak-isak. Kansas tidak menyusulku. Bahkan di tengah malam ketika aku terbangun, ia tak ada.
Saat pagi, aku bangun, dia tidur di sofa di ruang tamu. Aku benar-benar kesal padanya. Aku tinggalkan dia, dan bersiap-siap untuk kuliah. Dan bisa ditebak, sepanjang hariku sangat buruk.
***
Sehari setelah peristiwa itu, kami berbaikan. Tak ada kata maaf dari Kansas. Tak ada kata maaf dariku. Tapi kami larut dalam gairah. Melampiaskan amarah dalam gerakan-gerakan erotis. Dan kami tidak pernah menyinggungnya.
***
Minggu ke 11 setelah pernikahan.
"Gendhis!", aku mendengan Kansas berteriak saat aku sedang membersihkan kamar mandi.
"Iya...", jawabku berteriak juga. Bergegas mendekatinya yang ada di halaman.
"Apa sih kerjaanmu? Kenapa tanaman-tanaman ini mati semua???", semburnya.
"Astaga, Kansas!", jawabku. Aku tak bisa berkata panjang lebar lagi. Bibirku kelu. Bagaimana bisa dia marah-marah hanya karena tanaman yang mati? Tapi malamnya, aku dihadiahi sex yang panas.
 ***
Minggu ke 12 setelah pernikahan.
"Gendhis!!", teriaknya.
"Iya..", teriakku. Aku sedang menyiram tanaman di kebun samping.
"Apa-apaan ini semua gelas kotor dan berantakan di cucian!", semburnya sambil menunjuk-nunjuk tumpukan gelas kotor dan piring kotor juga di tempat cuci piring.
"Astaga, Kansas!", aku benar-benar kelu. tak taukah dia, banyak sekali pekerjaan rumah, sementara aku juga sibuk kuliah? Brengsek! Dan malamnya aku dihadiahi lagi sex yang panas.
***
Minggu ke 13 setelah pernikahan.
"Kansas, aku harus ke supermarket untuk belanja, bisakah kau mengantarku?", tanyaku.
Hari minggu pagi, Aku sudah menyajikan sarapan dan Kansas duduk santai nonton TV.
"Harusnya kamu bisa menyetir, atau paling tidak naik motor, jadi tidak merepotkan", katanya ketus.
Tapi tak urung, dia mengantarku juga, meskipun sepanjang perjalanan ke supermarket dan pulang ke rumah dia diam saja. Astagaaaaa....
Malamnya aku dihadiahi sex panas lagi. Penebusan dosa yang sukar ku tolak.
***
Kejadian ini berulang-ulang sampai 1 bulan berikutnya. Dengan intensitas yang lebih sering. Kansas marah-marah. Sifat kasar dan temperamennya semakin kentara. Apalagi ditambah sikap posesif dan overprotektifnya. Suatu ketika dia membaca bbm dari teman kampusku, dan meledaklah kemarahannya. padahal teman kampus itu hanya mengatakan bahwa pulpenku terbawa dengannya.
***
Puncaknya, 5 bulan setelah pernikahan.
Saat keadaan semakin meruncing karena Kansas yang terus marah-marah, akhirnya aku kabur dari rumah. Pulang ke rumah orang tuaku di Solo. Meninggalkan Kansas yang saat itu masih tertidur pulas di sofa. Seminggu setelahnya, aku mengajukan gugatan cerai. Tapi pihak Kansas tidak menyetujuinya. Begitupun orang tuaku. Mereka lebih suka kalau ada jeda dulu selama yang dibutuhkan untuk mendinginkan suasana. Aku pergi ke LA, dan Kansas ke Belanda. Kami berpisah, meskipun status kami masih suami isteri.

*** 

Crazy Horse

Masa remaja, masa muda, masa yang menggebu-gebu. Penuh cinta. Tanpa memikirkan realita. Tapi apalah yang harus dikata jika memang sudah benar-benar cinta?
Kansas dan Gendhis, dua anak remaja yang dimabuk cinta. Dua anak remaja dengan latar belakang budaya yang berbeda bersatu karena cinta. Menjalani mahligai rumah tangga diikat oelh cinta.
Tapi ternyata hidup tak selalu sesuai dengan skenario. Bahtere rumah tangga mereka dihempas gelombang, Jiwa labil mereka sebagai anak muda makin memperparah keadaan hingga akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah.
Sampai suatu hari mereka bertemu lagi. Dalam balutan atribut yang sama sekali berbeda. Lebih dewasa, lebih mempesona, dan lebih menggairahkan.
Mungkinkan api cinta kembali menyala di antara mereka? Atau sebenarnya api itu tak pernah padam?

Baca lengkap cerita Kansas dan Gendhis, hanya di sini. Yah, di sini!

Hello World!

Aku suka nulis.
Jadi, aku coba menulis di sini.