Beberapa
orang tamu masih ada di ruang resepsi. Sebagian dari mereka sudah berpamitan.
Sebagian lagi masih mengobrol sambil menikmati alunan live musik jazz. Senyum
bahagia terpampang jelas di wajahku. Demikian juga di wajah suamiku. Ini adalah
pesta kami. Perjuangan kami untuk mempertahankan cinta, akhirnya berujung di
pelaminan. Meskipun pada awalnya tanpa restu orang tua kami.
Baik
orang tuaku maupun orang tua Kansas tidak setuju kami menikah buru-buru, tapi
aku dan Kansas benar-benar sudah yakin. Setelah diskusi alot dengan orang tua
kami masing-masing yang waktu itu berakhir dengan kebuntuan, akhirnya kami
sama-sama mengeluarkan jurus pamungkas. Kawin lari. Dan, seperti yang sudah
kami bayangkan, orang tua kami panik luar biasa mendengar ancaman kami.
Akhirnya, dengan berat hati, mereka menyetujui pernikahan ini.
Satu-satunya
alasan mereka tidak menyetujui pernikahan ini adalah karena usiaku masih sangat
muda, 18 tahun. Dan Kansas 23 tahun. Tapi, dengan strategi ini akhirnya kami
berhasil mencapai tujuan kami. Kami telah merancang masa depan kami. Tahun ini
kami akan pindah ke kota. Aku akan mendaftarkan diri di perguruan tinggi yang
sama di mana Kansas akan lulus tahun ini. Kansas akan meneruskan magang di
perusahaan ayahnya dan sekaligus merintis bisnisnya sendiri.
Kansas
kuliah di bidang Arsitektur, cita-citanya ingin menjadi Developer. Satu
cita-cita kecilnya, dia ingin merancang rumahnya, rumah kami, sendiri. Aku
sendiri akan mengambil jurusan Desain Grafis. Hobi sekaligus mimpiku. Dan
nantinya aku akan bisa bergabung dengan Kansas di perusahaannya. Semua terasa
sempurna.
"Selamat
sayang", tante Miler memelukku dan mencium pipiku.
"Terima
kasih, tante..", jawabku.
Sejujurnya
aku sudah tidak sabar ingin berduaan dengan suamiku. Suamiku terlihat tampan
dalam balutan jas warna hitam dengan kemeja abu-abu dan dasi warna senada.
Tubuhnya 192 cm, dengan rambut berwarna kecokelatan dan mata biru muda. Ia
mewarisi rambut ayahnya yang orang Belanda, dan mata ibunya yang asli Rusia.
Aku sangat beruntung. Aku hanyalah gadis yang biasa-biasa saja. Wajah biasa,
tubuh biasa, dan tidak ada yang benar-benar menarik dari diriku. Ayah dan ibuku
orang jawa asli. Rambutku hitam berombak, dan mataku kecokelatan. Posturku
adalah postur orang jawa kebanyakan. Aku beruntung karena Kansas sangat
memujaku. Entah kebaikan apa yang kulakukan di masa lalu sehingga aku
mendapatkan hadiah ini. Suamiku, Kansas agaknya juga sudah tidak sabar ingin ke
kamar. Berkali-kali aku menangkap tatapan matanya yang intens kepadaku. Aku
membayangkan apa yang akan kami lakukan setelah ini. Aku terkikik.
"Jadi,
apa yang dipikirkan oleh isteriku?", bisik Kansas.
"Aku
tak sabar ingin..em... berdua saja denganmu", kataku. Malu. Hey! Kenapa
aku malu, dia suamiku sekarang.
"Sama,
sayang.. Aku juga", bisiknya "Err..bisakah kau memasang wajah pucat,
sekarang.. Aku punya ide..", katanya kemudian, masih berbisik.
Tak
sulit bagiku meskipun kebingungan untuk menampakkan wajah pucat.
"Seperti
ini?", tanyaku berbisik sambil memasang wajah memelas.
"Ya..sempurna",
bisik Kansas. Kemudian dia berjalan ke arah orang tua kami yang sedang
mengobrol dengan kerabat kami. Aku melihat dia berkata pada ayahnya, sambil
menunjuk ke arahku. Mereka semua melihat ke arahku, dengan tatapan cemas.
Akhirnya, Kansas bebalik lagi menuju ke arahku. Senyumnya lebar dan terlihat
sangat tampan.
"Beres,
sayang..aku menyelamatkanmu!", tangannya menarik pinggangku merapat di
tubuhnya, perlahan menuntunku ke lantai atas.
"Apa
yang kau lakukan?", tanyaku bingung.
"Aku
bilang pada mereka bahwa kau merasa pusing dan butuh istirahat", senyumnya
melengkung dengan licik. Haha, dasar suamiku yang luar biasa. Kami terkikik
bersama.
***
Kami
melewati beberapa pintu kamar hotel. Kamar kami ada di paliing ujung. Suite
room yang khusus dipesan untuk kami. Hadiah pernikahan dari Om Rafi, adik
kandung Ibu mertuaku Mrs Elena. Kamar ini indah, sangat menakjubkan. Ranjang
besar ada di tengah ruangan, tiangnya dibungkus dengan rangkaian bunga mawar
putih. Ada lilin yang menerangi di setiap sudut kamar. Menghasilkan suasana
temaram yang romantis.
"Kau
suka kamarnya?", tanyanya. Ia berdiri di belakangku, memelukku dari
belakang.
"Ya..ini
luar biasa", jawabku berbisik.
Tanpa
banyak bicara, kami tenggelam dalam ciuman yang basah dan keras. Meskipun kami
sudah lama berpacaran, tapi belum pernah sekalipun kami berhubungan sex. Aku
tau, Kansas sudah pernah melakukannya dengan pacarnya yang dulu. Tapi denganku,
kami hanya sebatas bercumbu. Kami larut dalam gairah, gairah yang sudah lama
terpendam. Dalam sekejap, Kansas membuka gaunku, mendorongku ke ranjang besar
dengan sprei satin yang dingin. Tergesa-gesa, Kansas membuka setelan jasnya,
kemejanya, dan hanya menyisakan celana boxernya. Dia melemparkan dirinya ke
atas tubuhku. Hingga aku memekik kaget. kami tertawa karena kekonyolan kami
sendiri. Sangat tergesa-gesa tak sabar untuk merasakan satu sama lain.
"Kita
akan punya waktu selamanya, jadi.. tak apa bukan kalau kita melakukannya
sedikit tergesa-gesa? Aku sangat menginginkanmu, Gendhis..", bisik Kansas.
Nafasnya memburu. Membuatku semakin larut dalam gairah. Ereksinya yang keras di
balik boxernya mengganjal di pangkal pahaku. Aku mengerang menahan kenikmatan
saat ia mencium bibirku, melumatnya dan turun menciumi rahangku hingga ke leher
da payudaraku yang masih terbungus bra tanpa tali. Aku melengkungkan punggunku,
memudahkan aksesnya terhadap payudaraku. Tiba-tiba ia berhenti, duduk tegak dan
menyentakkan celana dalam berendaku ke bawah. Meraba ke bagian punggunku, ia
melepaskan kaitan braku sehingga payudaraku terbebas. Kembali ia merapatkan
tubuhnya di atasku setelah ia melepaskan celana boxernya. Melumat bibirku dan
meremas payudaraku. Kedua lututnya ada diantara pahaku, memisahkannya hingga
intiku terekspos.
"Sayang,
aku akan memasukimu..", katanya. Menempatkan kepala kejantanannya ke
vaginaku yang sudah basah. Aku mengangguk, berdebar-debar. Katanya akan terasa
sakit saat pertama kali.
"Jangan
takut, sayang...rileks..", lanjutnya. Kepala kejantanannya menerobos
memasukiku. Kansas dan aku sama-sama menahan nafas. Kemudian mendorong lagi
dalam satu kali hentakan yang keras. Aku memekik, perih dan terasa panas. Tak
terasa air mataku menetes.
"Ini
akan berubah jadi nikmat, rileks..", katanya lagi. Matanya terus memandang
mataku. Ia menahan kejantanannya di dalamku, sehingga aku bisa menyesuaikan
diri. Lalu perlahan ia mulai mencabutnya, tidak sampai tercabut seluruhnya,
kemudian memasukkannya lagi. Perlahan.
"Ah,
ini sangat ketat sayang.. kau begitu nikmat..", bisiknya terengah.
Terus terang aku menjadi tersanjung dengan
kata-katanya. gairahku jadi semakin memuncak. Seiring gerakannya yang konstan.
"Kansas,
lebih cepat lagi sayang..", bisikku.
Merasakan
ada sesuatu yang mulai tumbuh di dalam tubuhku. Perasaan menggelitik yang
terkumpul diperutku, bukan..di bawah perutku. Dan mendapat aba-aba dariku,
Kansas langsung menambah temponya. Dalam beberapa kali hentakan, aku sudah
terbang ke bintang. Merasakan sekujur tubuhku kaku dalam perasaan yang luar
biasa nikmat. Dan Kansas mengerang penuh kepuasan saat hunjamannya yang
terakhir, menahannya di dalam. Aku merasakan aliran panas di dalam intiku. Ia
ambruk di atas tubuhku, berat badannya membuatku sesak nafas hingga aku harus
menepu-nepuk punggungnya untuk bergeser dari tubuhku. kemudian kami terkikik
bersama. Menyadari apa yang barusan terjadi.
"Gendhis,
ini luar biasa.. aku belum pernah merasakan yang seperti ini sebelumnya",
katanya. Perlahan ia mencabut miliknya. Melihat sprei di bawah kewanitaanku. Ia
menyeringai. Kemudian mengecup dahiku, alisku, mataku, pelipis, hidung, pipi,
bibir, dagu, dan rahang, dalam kecupan-kecupan ringan.
"Kamu
berdarah, sayang..", bisiknya di telingaku. Ia tersenyum puas. Tentu saja,
kataku dalam hati. Aku meringkuk di pelukannya. Kami tertidur pulas.
Sepanjang
malam ini, ketika terbangun, kami bercinta dan bercinta. Sampai terasa perih
dan Kansas meninggalkan cupang-cupang merah di payudaraku juga di leherku. Kami
juga bercinta di kamar mandi. Kemudian sebelum dan sesudah sarapan. Aku
benar-benar bahagia.
***
Dua
bulan setelah pernikahan kami, yang artinya dua bulan sudah kami menempati
rumah yang dipinjamkan orang tua Kansas kepada kami. Sebenarnya rumah ini
diberikan kepada kami sebagai hadiah penikahan, tapi kami menolaknya dengan
alasan bahwa Kansas akan merancang rumah kami sendiri. Jadi, kami akan
menempati rumah itu, sementara rumah impian kami dibangun. Rumah minimalis
dengan kebun yang tidak begitu luas. Hanya ada 2 kamar tidur di sana. Satu
kamar tidur utama dan kamar untuk tamu. Garasinya luas, muat untuk 2 mobil.
Tapi hanya satu mobil yang ada di sana. Sebuah mobil Rang Rover milik Kansas.
Aku tak punya mobil, karena aku tak bisa menyetir mobil. Tidak juga motor,
karena aku tidak bisa mengendarai motor juga. Sepanjang hidupku, aku selalu
diantar ayahku atau kakakku, jadi aku tidak pernah merasa perlu untuk berlatih
mengendarai mobil atau motor. Dua hari lagi perkuliahan di mulai. Dua minggu
yang lalu Kansas di wisuda. Dia langsung menempati posisi manager di perusahaan
ayahnya yang bergerak di bidang eksport import.
Sementara
itu, gairah kami tak juga surut. Kami masih terus mendayung kenikmatan di
sebagian besar waktu kebersamaan kami. Saat perkuliahan tiba, aku diantar oleh
Kansas ke kampus. Kemudian dia akan berangkat ke kantornya. Pulangpun dijemput,
atau kadang jika dia ada meeting sampai malam, aku akan anik taksi. Kehidupan
kami mengalir dengan ringan dan normal.
Sampai
suatu ketika, Kansas pulang dari kerja sudah larut malam. Aku merasa kecapaian
sepulang dari kampus sehingga aku tertidur di sofa. Aku tak mendengar deru
mobil, tapi kemudian pintu dibuka dengan keras, dihempaskan hingga membentur
dinding dalam. Aku terkejut.
"Apa-apaan
sih kamu??", bentaknya, "Aku memanggilmu untuk membukakan pintu dan
kamu tak mendengar sama sekali, hah?", bentaknya lagi.
"Astaga,
Kansas", aku terbata-bata, "maafkan aku, aku tidak mendengarmu, aku
kelelahan sepulang dari kampus tadi, jadi aku ketiduran", lanjutku.
Terkejut.
Sakit hati.
Selama
ini Kansas belum pernah marah atau sekadar berteriak kepadaku.
"Alaaahhh!
kau pikir aku juga tidak capek?", dia masih membentak.
Tanpa
banyak kata, aku masuk ke kamar dan membanting pintu. Aku menangis
terisak-isak. Kansas tidak menyusulku. Bahkan di tengah malam ketika aku
terbangun, ia tak ada.
Saat
pagi, aku bangun, dia tidur di sofa di ruang tamu. Aku benar-benar kesal
padanya. Aku tinggalkan dia, dan bersiap-siap untuk kuliah. Dan bisa ditebak,
sepanjang hariku sangat buruk.
***
Sehari
setelah peristiwa itu, kami berbaikan. Tak ada kata maaf dari Kansas. Tak ada
kata maaf dariku. Tapi kami larut dalam gairah. Melampiaskan amarah dalam
gerakan-gerakan erotis. Dan kami tidak pernah menyinggungnya.
***
Minggu
ke 11 setelah pernikahan.
"Gendhis!",
aku mendengan Kansas berteriak saat aku sedang membersihkan kamar mandi.
"Iya...",
jawabku berteriak juga. Bergegas mendekatinya yang ada di halaman.
"Apa
sih kerjaanmu? Kenapa tanaman-tanaman ini mati semua???", semburnya.
"Astaga,
Kansas!", jawabku. Aku tak bisa berkata panjang lebar lagi. Bibirku kelu.
Bagaimana bisa dia marah-marah hanya karena tanaman yang mati? Tapi malamnya,
aku dihadiahi sex yang panas.
***
Minggu
ke 12 setelah pernikahan.
"Gendhis!!",
teriaknya.
"Iya..",
teriakku. Aku sedang menyiram tanaman di kebun samping.
"Apa-apaan
ini semua gelas kotor dan berantakan di cucian!", semburnya sambil
menunjuk-nunjuk tumpukan gelas kotor dan piring kotor juga di tempat cuci
piring.
"Astaga,
Kansas!", aku benar-benar kelu. tak taukah dia, banyak sekali pekerjaan
rumah, sementara aku juga sibuk kuliah? Brengsek! Dan malamnya aku dihadiahi
lagi sex yang panas.
***
Minggu
ke 13 setelah pernikahan.
"Kansas,
aku harus ke supermarket untuk belanja, bisakah kau mengantarku?",
tanyaku.
Hari
minggu pagi, Aku sudah menyajikan sarapan dan Kansas duduk santai nonton TV.
"Harusnya
kamu bisa menyetir, atau paling tidak naik motor, jadi tidak merepotkan",
katanya ketus.
Tapi tak
urung, dia mengantarku juga, meskipun sepanjang perjalanan ke supermarket dan pulang
ke rumah dia diam saja. Astagaaaaa....
Malamnya
aku dihadiahi sex panas lagi. Penebusan
dosa yang sukar ku tolak.
***
Kejadian
ini berulang-ulang sampai 1 bulan berikutnya. Dengan intensitas yang lebih
sering. Kansas marah-marah. Sifat kasar dan temperamennya semakin kentara.
Apalagi ditambah sikap posesif dan overprotektifnya. Suatu ketika dia membaca
bbm dari teman kampusku, dan meledaklah kemarahannya. padahal teman kampus itu
hanya mengatakan bahwa pulpenku terbawa dengannya.
***
Puncaknya,
5 bulan setelah pernikahan.
Saat
keadaan semakin meruncing karena Kansas yang terus marah-marah, akhirnya aku
kabur dari rumah. Pulang ke rumah orang tuaku di Solo. Meninggalkan Kansas yang
saat itu masih tertidur pulas di sofa. Seminggu setelahnya, aku mengajukan
gugatan cerai. Tapi pihak Kansas tidak menyetujuinya. Begitupun orang tuaku.
Mereka lebih suka kalau ada jeda dulu selama yang dibutuhkan untuk mendinginkan
suasana. Aku pergi ke LA, dan Kansas ke Belanda. Kami berpisah, meskipun status
kami masih suami isteri.
***